Opini Ini Ditulis Oleh Prio Susanto, S.IKom*
Prio Susanto penulis opini 'Dua Sisi Mata Uang Sosial Media', mahasiswa pascasarjana Ilmu Komunikasi Unib.
|
Generasi 90an tentu masih dengan segar mengingat bagaimana dulu sedemikian hitsnya penggunaan kartu ucapan khususnya di masa Hari Raya Idul Fitri bagi sebagian besar kalangan masyarakat Indonesia.
Lalu generasi 2000an tentu sangat familiar akan nada dering khasnya Nokia 3310, nokia 3315, siemens hingga Ericson, dengan kapasitas maksimum kontak serta kotak masuk pesan yang begitu terbatas.
Anak-anak muda era tersebut juga pasti sangat familiar dengan istilah chatting ‘ASL PLS’ di aplikasi chatting paling hits dijamannya yakni MIRC, Friendster lalu Yahoo Messenger.
Saat itu begitu popular forum mailing list, hingga forum paling fenomenal saat itu yakni KASKUS dengan salah satu istilah paling terkenalnya adalah ‘Agan’ atau ‘Gan’.
Tahun 2010-an hingga 2020an kemudian perkembangan messenger hingga media sosial kemudian berkembang semakin cepat lagi.
Di era ini lahirlah BBM, dilanjut dengan Telegram hingga Whatapps untuk messenger, kemudian twitter, facebook, youtube, Instagram, bigo, michat, kakao talks, Instagram hingga penggunaan zoom untuk keperluan teleconference, yang kesemuanya semakin mempermudah orang dalam berkomunikasi khususnya yang terpisah jarak dan ruang.
Namun layaknya 2 sisi mata uang, perkembangan pesat sarana teknologi komunikasi ini juga memiliki plus minus atau dampak positif dan negatif, yang penulis rasa dirasakan hampir semua penikmat layanan-layanan media sosial dan teknologi messenger kekinian.
Tapi selain dampak dua sisi mata uang yang tercipta, perkembangan ini juga menyebabkan perubahan besar dalam sektor industri yakni lahirnya sektor industri digital.
Sudah banyak kisah lahirnya selebrita-selebrita baru berkat media sosial, atau orang-orang biasa yang mampu merubah hidupnya 180 derajat berkat berkarya di media sosial.
Penulis merangkum beberapa fenomena dari kedua sisi yang muncul dari perkembangan teknologi komunikasi ini, yang secara teori sesuai dengan apa yang dijelaskan Wanda J. Orlikowski, seorang Profesor sekaligus peneliti sistem informasi asal Massachusetts Institute of Technology – Amerika.
Lahirnya Dialek Baru (New Dialect)
Bagi yang hobi bermain game online tentu bakal tidak asing dengan sejumlah istilah/dialek seperti ‘cuk, bre, mati tanam, betumbuk, selesai!, kasih paham hingga aneka sumpah serapah lainnya, yang biasanya tabu diucapkan dalam dialek langsung sehari-hari. Namun saat ini seolah menjadi hal lumrah khususnya di kalangan anak-anak muda dan remaja, bahkan anak-anak di bawah umur.
From Zero to Hero Phenomenon
Ini merupakan fenomena lahirnya banyak selebritas baru dari orang-orang biasa (from nothing to something) yang kini juga mampu mengilhami dan merubah mindset banyak anak-anak muda di dunia.
Untuk merubah nasib melalui peruntungan di media sosial, tepatnya dengan menjadi konten creator atau pembuat konten di berbagai jenis media sosial, mulai dari youtube, facebook, tiktok dan lain sebagainya.
Fenomena yang nampak jelas sekali sepertinya lahirnya Atta halilintar, Botak terkuat di bumi (CellosZXZ), preman terkuat di bumi (Mael Lee), dan sejumlah streamer atau konten creator game hingga vlogging lainnya.
Content Hunter
Fenomena From Zero to Hero tak ayal kemudian melahirkan gelombang sosial baru yakni lahir dan menjamurnya para pemburu konten/Content Hunter yang bisa Anda temui di mana saja, mulai dari perkotaan paling canggih didunia hingga pelosok pedesaan hingga hutan sekalipun.
Trending Oriented (Selfie, Vlogging)
Ini merupakan efek lanjutan dari menjamurnya fenomena Content Hunter, yakni fenomena trending oriented.
Mindset yang mewabah ini membuat setiap pengguna media sosial, berupaya keras membuat konten-konten mereka agar bisa menjadi trending topik, dengan harapan utamanya tentunya ikut mengkatrol engagement dan eksposur akun media sosial mereka.
Namun tanpa disadari, ada banyak insiden tragis yang terjadi akibat mindset trending oriented para konten creator ini.
Mulai dari yang harus kehilangan nyawa karena nekat membuat konten dengan menghadang truk di jalan, atau selfie di lokasi ekstrim seperti di puncak gedung pencakar langit yang justru berbuah tragis. Bisa dibilang fenomena ini menjadi salah satu sisi gelap dari dunia media sosial.
Buzzer & Hate Spech
Nah bahasan poin ini sepertinya sudah seringkali menjadi perdebatan dan pembahasan panjang diranah politik tanah air.
Siapa yang tak tahu soal fenomena banyaknya buzzer di berbagai media sosial, baik yang sekadar promo-promo produk hingga buzzer-buzzer yang menyesatkan dan justru memperkeruh suasana hingga yang sengaja menyebarkan hoax dan berita palsu dengan berbagai kepentingan.
Isu soal buzzer ini biasanya akan semakin hangat dan panas di masa atau tahun-tahun politik khususnya pilpres maupun pilkada di daerah-daerah besar seperti ibukota Jakarta.
Hoax & Fake News (Misinformation & Disinformation)
Banyak pengguna sosial media mungkin yang kini sudah teredukasi terkait hoax dan bagaimana mendeteksi, mengantisipasi hingga membantu memeranginya.
Namun masih banyak juga yang terjebak dengan misinformasi yang tak sengaja tercipta dan terus menerus dibagikan ataupun disinformasi yang memang ada pihak yang sengaja menciptakan lalu menyebarkannya.
Inilah salah satu bentuk hutan belantara dari sosial media, di mana kita bisa saja dengan mudahnya tersesat dan terjebak bila tidak sangat cermat dan berhati-hati.
Belum lagi sudah banyak fenomena yang menguak jika hal-hal negatif tersebut acapkali diciptakan sebagai bagian dari ajang propaganda pihak-pihak tertentu, yang sangat jarang disadari pengguna media sosial.
E-Sport Era/Event
Ini merupakan fenomena terakhir, yang mungkin paling positif dari sekian banyak dampak media sosial yang menimpa atau digandrungi anak-anak muda, remaja hingga anak-anak. Kita sudah banyak melihat lahirnya sejumlah pahlawan-pahlawan penyumbang medali bagi negara.
Berkat kepiawaian mereka dalam bermain game-game online, yang beberapa di antaranya sudah resmi masuk dalam cabang olahraha event-event resmi.
Bahkan dunia ESpot saat ini menjadi lahan bisnis olahraga baru yang ditekuni banyak investor-investor yang melihat peluang positif, dari market user game online yang secara massif terus berkembang.
Sudah ada begitu banyak turnamen-turnamen internasional game online, yang besaran hadiahnya seringkali mengalahkan event-event olahraga konvensional, sebut saja turnamen Free Fire World Series (FFWS), PUBG Mobile Global Championship (PMGC), The International (Dota 2 Tournament) dan lain sebagainya.
*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Bengkulu (Unib) (red)